Sunday, November 24, 2013

Seseorang Dalam Mimpi

Sore itu taman tempat aku biasa duduk bersamanya agak sepi. Mungkin sama seperti perasaanku. Sepi, tak terkendali. Gara-gara sebuah peristiwa, entah apa, dia meninggalkan diriku. Terlintas bayangan orang tua, masa kecil, kenangan indah bersamanya. Rupanya itu tidak cukup membuatku berhenti untuk meninggalkan dunia ini.

Kubeli sebuah ramuan dan akhirnya berhasil kuracik sendiri. Hadiah pada diri sendiri. Hadiah pada jiwa yang terlalu sering tersakiti dirinya. Seenak jidatnya dia lari, datang, lalu pergi lagi untuk yang terakhir kalinya.

Tegukan pertama, lumayan. Rasa asam dan panas mengalir di tenggorokanku. Lama-lama aku merasakan kerongkonganku terbakar. Kering. Gatal. Lalu kuteruskan saja, kupaksakan sekuat tenaga untuk menghabiskan hadiah ulangtahunku ini.

EH PEREMPAUN BINAL. KITA LIHAT APAKAH KAU AKAN MERASAKAN KESEPIAN SEPENINGGAL DIRIKU! APAKAH KAU MERASAKAN BAHAGIA DENGANNYA?

Ayah, ibu, maafkan diriku.. putramu ini akhirnya kalah. Kalah oleh rasa kesepian. Semoga kita bertemu disana. Ditempat yang katanya semua orang harus berani mempertanggungjawabkan hidupnya. Kita lihat apakah perempuan itu berani tanggungjawab atas diriku. Atas cintanya yang sudah dia janjikan kepadaku.

Kepala ini sudah tidak bisa terkontrol. Mataku gelap. Perutku sudah mulai bergejolak.

Anakku, maafkan ayah yang tidak bisa ada di hampir seluruh hidupmu. Salahkan ibumu yang meninggalkan kita dengan pria lain. Ayah harap kamu lebih BERANI dari ayah. Aku titipkan beberapa harta untuk dirimu melangsungkan hidup.

HAH! RUPANYA AKU PINTAR! RACIKANKU BERHASIL MEMBUNUHKU!

Anakku, ayah kangen dengan dirimu. Kamu apa kabar? Bagaimana rupamu sekarang? Apakah kamu lebih mirip ayah atau ibu? Mudah-mudahan kamu mirip dengan ibumu. Lebih kuat, lebih berani menghadapi hidup.

Ayah, coba titipkan rasa kangen ayah pada seseorang manusia dari duniamu. Ayah titipkan rasa cinta ayah padanya lewat mimpi, semoga dia mengerti dan bisa menyampaikan kepadamu.

Maafkan, ayah.

(sebuah mimpi, 25 November 2013)
Wahai jiwa yang teraniaya, maafkan, bukan saya tidak mau menyampaikan 'titipan'mu kepada seseorang entah siapa dan dimana. Saya hanya bisa mengirimkan 'titipan'mu kepada Allah, Sang Maha Segalanya. Semoga kau, jiwa yang teraniaya, bahagia.

No comments:

Post a Comment